Mencintai Membaca, Proses Awal Menjadi Seorang Pembelajar



Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh. 

Semakin ke sini, semakin gedandapan mengunggah catatan belajar di Bunda Sayang. Kalau sedang seperti ini, seringkali merasa tangan dua dan waktu 24 jam begitu kurang untuk menyelesaikan banyak pekerjaan. Padahal mah Allah memberi pasti sudah ada ukurannya, aku saja yang masih harus belajar lagi tentang manajemen waktu. 

Begitu juga di Bunda Sayang Level 5 ini, lagi-lagi aku hanya bisa meraih badge dasar dan seperti biasa untuk ngayem-ngayemi diri sendiri aku bilang “bukan badge-nya yang penting, tapi bagaimana aku tetap konsisten melaksanakan ilmu yang aku dapat meski tantangan 10 hari telah berakhir.” Dan untuk kesekian kalinya pula aku telat setor aliran rasa. 

Membaca adalah salah satu hobiku sejak masih belia. Sebagai seorang guru, ibu ingin anak-anaknya selalu dekat dengan buku bacaan. Bukan hanya ibuku, eyang putriku yang juga seorang guru pun selalu memfasilitasi cucu-cucunya agar senang membaca. Aku masih ingat bagaimana dulu eyang selalu membawakanku majalah Anak Sholeh dan buku-buku saku yang dibelinya di bus saat perjalanan menengokku di Salatiga. Dan aku selalu menyukai buah tangan sederhana itu.

sudut bacaku

Sejak aku memiliki ketrampilan membaca, ibu mulai berlangganan majalah Bobo. Setiap kali edisi terbaru datang, aku tak pernah sabar untuk menuntaskan halaman demi halaman. Aku selalu merasa rugi kalau harus menunggu besok untuk menyelesaikan cerita dan informasi yang selalu menarik hati. Aku selalu ingin jadi yang pertama tahu apa isi Bobo edisi terbaru dan esok harinya di sekolah aku bisa bercerita ke teman-teman. 

Ibu sudah berulangkali memperingatkanku untuk menyimpan Bobo saat waktu tidur tiba. Namun setelah ibu mematikan lampu kamar, diam-diam aku menarik Bobo yang kuletakkan di bawah bantal lalu aku melanjutkan membaca hingga habis halamannya. Akibatnya, mataku pun minus sejak kelas 1 SD!

koleksi lama yang sudah dihibahkan biar lebih bermanfaat

Membaca itu mengasyikkan. Membaca bisa melemparkanku ke sebuah masa, ruang dan waktu yang aku sama sekali belum mengenalnya. Berimajinasi yang dipandu dengan rentetan kata. Hanya dari satu paragraf, aku bisa melompat dari satu tempat ke tempat lain. Hanya dengan satu paragraf, aku bisa mengetahui banyak hal. 

Membaca adalah teman menunggu yang tidak pernah membosankan. Makanya ketika aku harus hadir ke sebuah acara, buku harus selalu ada di tasku. Di saat perjalanan menuju lokasi acara, atau saat menunggu acara dimulai, membaca satu per satu halaman membuat waktu berjalan lebih cepat. Dari membaca pula, aku mencintai menulis. Kosa kata yang semakin kaya, menganalisa gaya tulisan penulis favorit dan mempelajarinya, membuat aku juga ingin menorehkan tulisan yang bisa memberikan inspirasi dan manfaat untuk orang lain. 

Aku tak akan pernah merasa sayang ketika mainan atau bajuku hilang ataupun dihibahkan kepada orang lain. Namun kehilangan buku seperti kehilangan dunia. Beberapa kali aku kehilangan buku ketika buku tersebut dipinjam temanku. Banyak yang kemudian dijadikan hak milik oleh orang lain karena aku lupa menagih. Kalau bukunya masih dicetak ulang hingga hari ini masih mending bisa beli lagi, tapi ketika yang hilang itu buku cetakan lama yang tidak terbit lagi, aaah rasanya nyesek. Itu kenapa aku termasuk yang agak strict meminjamkan buku kepada orang lain. Buatku buku adalah hartaku, meski sudah kubaca berulangkali, buku akan tetap bermanfaat di kemudian hari.



Begitu menjadi orangtua, buku-buku sastra mulai tersingkir dan beralih ke buku-buku parenting. Salah satu buku favoritku adalah Mengajarkan Anak Gila Membaca dari Ustad Fauzil Adhim. Buku ini sangat menggugah semangatku untuk mengenalkan buku dan kegiatan membaca pada anak. 

Mengenalkan Buku kepada Anak-anakku 

Memiliki home library adalah impianku. Sejak duduk di bangku kuliah, aku mulai mengumpulkan buku. Buku sastra dan majalah Horizon adalah beberapa koleksiku saat masih kuliah. Sesuai dengan bidang kuliah yang aku ambil, saat itu novel dan kumpulan cerpen sastra menjadi sesuatu yang menarik untuk dibaca berulang. 

Ketika mbak Ifa lahir, aku mulai mengenal buku-buku premium yang harganya sempat membuat aku tercengang. Namun sekaligus membuatku bersemangat untuk bisa memilikinya dan membawanya ke perpustakaan mini rumah kami. Bukan sekedar untuk gengsi, namun karena kualitas buku, hasil cetakannya, gaya tulisannya jauh lebih menarik dibanding buku-buku eceran. Tapi bukan berarti aku berhenti beli buku eceran, aku pun masih membeli buku-buku ecer yang kualitasnya bagus dan penulisnya aku kenal. 

Beberapa kali membeli buku anak yang tidak jelas penulisnya kadang membuat aku kecewa. Gaya tulisan yang tidak sesuai dengan dunia anak, ilustrasi yang nggak bagus ataupun kualitas kertas dan bendelan yang lekas rusak adalah beberapa alasan kenapa aku strict soal memilih buku anak eceran.


sudut baca anak-anak

Membeli buku paketan premium memang terlihat ngos-ngosan di awal, namun setelah dihitung-hitung jauh lebih hemat. Karena buku paketan terdiri dari beberapa tema, jadi aku tidak perlu membeli buku ecer sejenis. Selain itu karena kualitasnya yang bagus, buku paketan bisa diwariskan turun temurun, tentu saja dengan syarat harus selalu dijaga. Aku pernah memiliki pengalaman memilukan saat aku terlena dan tidak mengecek rak buku untuk beberapa waktu, ternyata ada beberapa buku yang digerogoti rayap. Sedihnyaaaa… itu seperti patah hati yang lukanya nggak sembuh-sembuh. 

Mbak Ifa menghiburku dengan berkata, “jangan sedih bun, kan kita bisa beli lagi.” Penghiburan dari mbak Ifa malah semakin membuatku menangis, teringat harga buku yang lumayan buat ukuran ibu rumah tangga dan blogger cupu sepertiku. Harus nabung berapa lama lagi untuk bisa membeli edisi barunya, wkwk. Namun pengalaman itu membuatku sadar bahwa selain membeli dan melengkapi home library, merawat dan memantau kondisi koleksi buku yang aku miliki adalah hal penting setelahnya.


Little Ifa yang suka baca

Mbak Ifa mulai mengenal buku sejak berusia 8 atau 10 bulan. Awalnya aku membelikannya soft books tentang binatang-binatang. Hingga kemudian setiap tahun selalu saja ada buku yang terus kami beli. Sebagian besar sih pilihanku, beberapa lainnya merupakan permintaan mbak Ifa. Meski sampai hari ini mbak Ifa belum terampil membaca sendiri, namun buku tetap menjadi hal yang menarik buatnya. Dia sering asyik duduk di depan rak buku, atau membawa setumpuk buku di kamar, ia perhatikan halaman demi halaman seolah sedang khusyuk menuntaskan cerita. Ia berkata, “aku sedang membaca di dalam hati, bun.” 

Sejak usia dua atau tiga tahunan, mbak Ifa sudah mulai bisa menceritakan ulang buku yang ayah bundanya bacakan. Bahkan hanya melihat judul atau cover bukunya, ia tahu apa isi ceritanya. Kosa katanya meningkat dengan pesat. Dibacakan cerita sebelum tidur adalah ritual yang harus dilalui hingga saat ini.

Affan khusyuk baca tentang kelinci

Karena buku telah menjadi sahabat di rumah kami, dik Affan sejak lahir pun telah dekat dengan buku. Bahkan sejak di dalam perut, aku sudah mengajaknya melahap beberapa judul buku. Sekarang pun saat mbak Ifa sedang membuka buku, dik Affan mulai ikut-ikutan asyik membuka halaman demi halaman. Terkadang ia ambil satu buku dan kemudian mendekatiku, menyodorkan buku yang baru saja diambilnya dari rak, seolah berkata “tolong bacakan cerita ini untukku, bun.” Tapi Affan belum sabar mendengarkan cerita hingga selesai, dia masih suka melihat gambar demi gambar. Ditepuknya gambar yang ada di buku itu, seperti sedang bertanya “ini apa, itu apa?” 

Tips Mendekatkan Anak dengan Buku dan Kegiatan Membaca 

Dibandingkan dengan orang tua lainnya, tentu pengalamanku dalam mengenalkan buku dan kegiatan membaca untuk anak masih jauh dari cukup. Namun jika boleh berbagi, inilah beberapa hal yang aku lakukan untuk membuat anak-anakku bersahabat dengan buku. 

Menjadi Teladan 



Anak adalah imitator ulung orang tuanya. Jangan bermimpi memiliki anak yang suka membaca buku jika kita sendiri tidak pernah melihatkan kecintaan kita membaca buku. Mulai dari diri sendiri. Perlihatkan pada anak betapa buku itu barang yang penting. Selalu letakkan buku di dalam tas, selalu baca buku di manapun dan kapan pun. Tunjukkan kepada anak bagaimana memperlakukan buku yang baik. Anak melakukan apa yang mereka lihat. Daripada bilang, “ayo baca buku, nak biar pintar,” mending tunjukkan saja bagaimana sebuah buku bisa menambah pengetahuan. Misalnya, “tahu nggak mbak, tadi bunda habis baca buku ini, di sini diceritakan kalau…” Anak akan lebih antusias, coba saja! 

Meletakkan Buku di Tempat yang Terjangkau 

Pernah suatu hari aku dan ayahnya memindah lokasi home library kami ke ruang tengah. Maksudnya agar tempatnya lebih lebar dan jika ada tamu datang tidak terlalu sempit. Namun kami lupa memperkirakan bahwa kami sangat jarang berada di ruang tengah, akhirnya mbak Ifa malah jadi nggak pernah ambil buku sama sekali karena tempat bukunya berjarak dari kamar, tempat biasa kami menghabiskan sebagian besar waktu.




Akhirnya kami mulai menata ulang home library dan meletakknya kembali ke ruang tamu. Ajaib, tanpa diminta mbak Ifa dan tentunya dik Affan mulai mengambil dan membuka-buka buku. Tentu saja aku harus selalu siap merapikan semua ‘kekacauan’ yang dibuat dik Affan. Dia sedang hobi mengeluarkan buku dari rak. Kalau mbak Ifa sih sudah tahu peraturannya, selesai membaca harus diletakkan lagi di tempatnya. 

Bacakan dengan Cara yang Menarik 



Untuk anak-anak yang belum bisa membaca sendiri, tentu saja sebagai orang tuanya kita nggak boleh bosan membacakan cerita. Kalau ada yang bilang, anakku nggak suka dibacain cerita, mungkin itu pembelaan diri karena malas meluangkan waktu untuk membaca, hehe. Karena sebenarnya semua anak itu suka kok dibacakan cerita. Mungkin kita yang malas belajar bagaimana bercerita yang asyik ke anak. Buat yang kesusahan bercerita dengan menarik, coba deh baca bukunya mbak Hikmah Yulitasari

Pilih Buku yang Sesuai dan Jangan Takut Sobek! 

Banyak ibu-ibu yang bilang man-eman membelikan buku untuk anak. “Sudah belinya mahal, nanti disobek. Ntar aja lah dibelikannya kalau sudah agak gedean.” Memulai kebiasaan harus sejak kecil, parents. Nggak bisa ujug-ujug ketika gede anak senang membaca kalau tidak dilatih sejak dini. Tentunya parents harus pintar memilih jenis buku yang sesuai dengan umur anak. Misal, anak-anak balita bisa dikenalkan dengan buku yang lebih banyak gambar, dan terbuat dari bahan yang tebal atau nggak mudah robek seperti board book, buku bantal ataupun soft book. 

Namun pengalamanku sekarang dengan dik Affan, yang lebih suka mengambil text books punya bundanya, dan sering tanpa sengaja merobekkannya karena memang motorik halusnya masih belum terlatih, ya woles saja. Nggak perlu dimarahi juga, justru itu proses belajar. Memang nggak sayang bukunya? Sayanglah, tapi kalau dibandingkan dengan nilai belajarnya si anak, jelas lebih sayang dengan proses belajarnya.



Saat anak merobek buku, justru saat yang tepat untuk memberikan pijakan bagaimana merawat sebuah buku. Bahwa buku itu berharga, harus disimpan dengan benar. Jika robek, kita harus memperbaikinya. Ajak anak untuk ‘mengobati’ buku yang dirobeknya. Beritahu bagaimana caranya menempelkan robekannya dengan selotip yang rapi. Tentu saja tidak ada yang instan. Besoknya bisa jadi anak masih merobek. Namun perlahan ia akan mengerti. Dik Affan masih dalam tahap mengenal buku. Membuka halaman adalah proses melatih motorik halus. Jika belum terbiasa tentu saja kreeek. Sekarang ia mulai mengerti, kalau ia tak sengaja merobekkan buku, ia akan membawa buku tersebut dan menyodorkannya kepadaku, seolah berkata “maaf bun, bukunya aku robek, tolong diperbaiki.” 

Usir Cantik Rasa Bosan 

Mengajarkan sesuatu pada anak itu memang proses yang bertahap. Nggak bisa hari ini kita membelikan buku, besoknya anak sudah langsung suka. Butuh waktu yang panjang, butuh usaha yang ekstra dan butuh kesabaran yang tinggi. Jangan bosan untuk membacakan buku pada anak, jangan bosan untuk melatih anak membaca, jangan bosan saat harus merekatkan robekan demi robekan buku dengan selotip, jangan bosan menjawab pertanyaan-pertanyaan anak tentang cerita di sebuah buku. Ingat saja bahwa semua lelah ini akan terbayar pada waktunya.



Siapa sih orang tua yang nggak ingin anaknya menjadi pembelajar? Sosok yang tak pernah berhenti belajar akan semua hal. Selalu haus akan ilmu dan merasa tak pernah puas dengan apa yang ia ketahui. Dan salah satu langkah dasar untuk menjadi pembelajar adalah mengenalkan buku dan mencintai kegiatan membaca. Buku akan membantu calon-calon pembelajar menemukan ilmu-ilmu baru dan memuaskan keingintahuan mereka. 

Sebagaimana perintah pertama yang diturunkan lewat Al Quran; Iqro! Bacalah, bacalah atas nama Tuhanmu. Mari kita iringi proses belajar anak-anak dalam mencintai buku dan kegiatan membaca, agar kelak ia bisa membaca maksud Allah hingga menemukan visi misi hidupnya. Semangat terus ya, parents!



Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh. 

Marita Ningtyas
Marita Ningtyas A wife, a mom of two, a blogger and writerpreneur, also a parenting enthusiast. Menulis bukan hanya passion, namun juga merupakan kebutuhan dan keinginan untuk berbagi manfaat. Tinggal di kota Lunpia, namun jarang-jarang makan Lunpia.

No comments for "Mencintai Membaca, Proses Awal Menjadi Seorang Pembelajar "